Logo Kab. Purworejo
|
Purworejo, sebuah daerah yang penuh dengan kenangan, walaupun sebenarnya saya bukan orang asli Purworejo (saya lahir di Bandung). Daerahnya yang masih belum terlalu ramai, belum banyak pabrik, dan lingkungan yang masih asri merupakan hal-hal yang membuat saya cinta dengan daerah ini. Dan itu semua sangat kontras dengan tempat tinggal saya di Banj*ran, Kab. Bandung. Entahlah akan seperti apa nanti Purworejo, apa akan semakin kumuh, atau malah tambah bersih... Semuanya tergantung kepada kesadaran masyarakatnya, dan pemerintah tentunya.
Saya mengenal Purworejo ketika Mbah saya yang ingin pindah ke sini, katanya mereka ingin beristirahat di kampung halamannya dan ingin dimakamkan di sini (jika sudah meninggal tentunya). Mbah saya saat ini tinggal di Desa Keduren, dekat dengan jalan raya Purworejo-Yogya. Awal kedatangan saya ke sini, saya agak heran kok daerah ini sepi begini, padahal letaknya berada di sebelah Yogyakarta, yang merupakan kota yang ramai. Rumah antar penduduk juga jaraknya agak berjauhan. Saya juga merasa agak ngeri kalau malam sudah menjelang karena di sini masih banyak pepohonan, yang sering dianggap tempat tinggalnya para makhluk halus. Juga lingkungan sekitar rumah yang gelap karena belum diberi lampu. Memang sih, Mbah saya juga pernah mengalami hal-hal seperti itu waktu awal-awal pindahan ke sini. Untungnya saya belum pernah mengalami yang begituan, hehe...
Saya juga merasa heran, kok penduduknya kebanyakan sudah memasuki usia pensiun sedangkan yang masih usia 20-annya tidak terlalu banyak. Setelah ditanyakan ke Mbah saya, ternyata mereka banyak yang merantau ke kota-kota lainnya untuk cari pekerjaan. Dan ketika usia mereka sudah tidak produktif lagi, mereka pulang lagi ke sini. Mirip dengan Mbah saya, waktu Mbah saya masih muda, mereka dan anak-anaknya (termasuk ibu saya) tinggal di Bandung. Dan ketika Mbah sudah tua seperti saat ini, Mbah pulang lagi ke sini. Pantas saja di sini tidak banyak pabrik-pabrik... Tapi tidak semua penduduk yang masih produktif merantau ke kota lain, ada juga yang menetap di sini.
Pesawahan di Purworejo, sumber
|
Pordjo... sumber
|
Pusat Kota Purworejo, sumber
|
Kabupaten Purworejo juga dilewati jalur KA, sehingga di sini pasti ada stasiun KA. Diantaranya adalah;
Semua Stasiun di Kab. Purworejo masuk ke dalam Daerah Operasional (DAOP) V Purwokerto.
- Stasiun Kutoarjo (KTA)
Kutoarjo dan KA Prameks, sumber
|
Stasiun ini terletak di Desa Kutoarjo, Kecamatan Kutoarjo dan terletak di ketinggian 16 meter dpl (dapat dilihat di plat stasiunnya...) dan merupakan stasiun KA terbesar di Kab. Purworejo. Ada beberapa KA bisnis atau eksekutif juga ekonomi yang berhenti di stasiun ini, seperti kereta Lodaya, KA yang suka saya naiki jika saya pergi ke sini atau pulang ke Bandung.
Dari pusat kota Purworejo, kita tinggal naik angkot warna kuning dan bawahan merah. Cukup bilang "Thorjo Mas" ke supir angkot, maka mereka akan mengantar kita ke depan Stasiun Kutoarjo. Stasiun ini juga adalah tempat pemberangkatan awal/pemberentihan akhir KA Prameks (Kutoarjo-Yogya-Solo). KA ini sering ramai oleh penumpang. Ada yang unik di KA ini, yaitu penjual makanan ringan/minuman yang berjualannya memakai roda? (bentuknya seperti meja, tapi dibawahnya ada roda untuk berjalan, entah apa namanya pastinya). Jika penjual itu datang, akan ada suara "kring...kring". Ya, mereka menggunakan lonceng sepeda sebagai penanda kalau mereka datang. Unik kan? Hehe...
- Stasiun Purworejo (PWR)
KA Feeder Purworejo. sumber
|
Stasiun ini berada di kota Purworejo, dan ketinggian 63 meter dpl. Stasiun ini hanyalah sebuah stasiun yang berada di jalur cabang Kutoarjo-Purworejo yang bukan merupakan jalur yang ramai seperti jalur Kutoarjo-Yogyakarta di mana jalur itu merupakan penghubung jalur KA bagian selatan. Jika jalur ini/jalur primer lainnya lumpuh, maka akan banyak perjalanan KA yang terganggu.
Yang namanya jalur cabang, KA yang lewat hanya sedikit. Dulu sampai dengan tahun 2010, ada kereta yang bernama Feeder Purworejo yang melayani jalur Purworejo-Kutoarjo PP. KA ini hanya membawa 1-2 gerbong. Dan KA ini ditarik oleh lokomotif yang biasa dipakai untuk langsiran kereta, bukan lok-lok yang besar. Sayangnya, sekarang jalur KTA-PWR masih sekarat, entah mau diaktifkan lagi atau mau dimatikan...
Sebenarnya Stasiun Purworejo tidak dikosongkan begitu saja. Waktu saya mau pulang ke Bandung lagi, saya memesan tiketnya di sini. Ya bagus lah, daripada nasibnya seperti stasiun-stasiun di jalur mati Cikudapateuh-Banjaran-Soreang, yang kondisinya tidak terawat dan di jalur-jalur mati lainnya...
- Stasiun Jenar (JN)
Jenar, sumber
|
Stasiun Jenar berada di Desa Bragolan, Kecamatan Purwodadi. Stasiun ini berada ketinggian 18 meter dpl. Stasiun ini merupakan batas DAOP V PWT dengan DAOP VI Yogyakarta/YK.
Biasanya, kalau saya dari rumah Mbah mau ke Yogya/Solo menggunakan KA Prameks, saya berangkat di Stasiun ini. Saya tidak berangkat dari St. Kutoarjo karena jaraknya lebih jauh, dan harus naik angkot 2 kali. Kalau ke sini, saya cuma sekali naik angkot jurusan Purworejo-Jatimalang. Jatimalang adalah nama sebuah pantai. Di pantai itu, kita tidak bisa berenang terlalu jauh karena ombaknya yang besar-besar, sehingga berbahaya untuk dijadikan tempat berenang.
Bicara soal kuliner, ada satu minuman (entah minuman atau makanan) yang bernama dawet ireng (ireng=hitam). Dawet ireng adalah minuman khas Purworejo. Bentuknya sih seperti cendol hijau, hanya saja warnanya hitam dan bahannya adalah tepung sagu. Warna hitamnya diambil dari abu dari merang padi yang dicampur dengan air, sehingga warnanya menjadi hitam. Kuahnya sama, yaitu santan ditambah dengan gula kelapa. Kalau kita lewat jalan raya Purworejo-Yogyakarta, banyak yang jualan minuman ini di pinggir jalan...
Awal-awal saya melihat minuman ini, agak aneh tampilannya karena tampilannya yang hitam legam. Tapi setelah dirasakan enak juga, dan menyegarkan tentunya, hehe...
Mungkin masih ada lagi makanan khas Purworejo, tapi yang saya tahu cuma itu saja...
Dan mungkin masih banyak lagi hal-hal yang berkenaan dengan Purworejo...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar